Sabtu, 23 Mei 2009

SEJENAK MERENUNG BERSAMA DONGENG ANAK KOLEKSI TJILIK RIWUT

Orang Utan dan Burung Katuging


Di sebuah hutan belantara Kalimantan Tengah, seekor Orang Utan asyik melompat-lompat dari satu pohon ke pohon lain. Tanpa disadari, akhirnya ia sampai pada sebuah ladang milik penduduk kampung sekitar tempat itu. Setelah mengamati sejenak, pelahan-lahan ia turun dari pohon dan ketika kakinya menginjak tanah, ia terkejut, karena dilihatnya seekor Burung Katuging1 hinggap dan termenung di bawah sebatang pohon. Burung Katuging itu hinggap diantara kulat atau cendawan yang tumbuh subur pada batang kayu yang telah agak membusuk. Di mata Orang Utan pemandangan yang dilihatnya sangat menarik. Bayangkan seekor Burung Katuging bertengger manis bagaikan seorang puteri diantara hamparan kambang kapuk.2

Orang Utan menghampiri Burung Katuging lalu berkata : “ Banyak benar kulat milik mu “. Disapa demikian, Burung Katuging terkejut, ia tidak menyadari bahwa ia sedang duduk termenung diantara kulat. Lalu Burung Katuging bertanya : “ mana kulatnya ?”. Sambil tersenyum Orang Utan menunjuk kulat yang tumbuh subur disekitar batang pohon tempat Burung Katuging hinggap. Setelah menoleh kekiri dan kekanan, barulah Burung Katuging sadar bahwa ia telah hinggap diantara kulat. Dalam hati Burung Katuging mentertawakan ketololan Orang Utan karena kilat dikatakan kulat. Sepengetahuan Burung Katuging, tumbuhan itu namanya kilat bukan kulat. Lalu berkatalah ia kepada Orang Utan : “ kalau bicara jangan asal celoteh, pakai otakmu, masa iya kilat dikatakan kulat “.Orang Utan tertawa terbahak-bahak menyaksikan ketololan Burung Katuging. Dalam hati ia berkata : “ berani-beraninya bicara mantap dan keras tanpa tahu bahwa apa yang dikatakan salah. Menurut Orang Utan, kilat adalah benda dilangit yang sewaktu-waktu mengeluarkan cahaya. Kulat adalah cendawan. Dengan suara nyaring ia berusaha menyakinkan Burung Katuging bahwa nama tumbuhan itu adalah kulat bukan kilat. Burung Katuging tetap mempertahankan pendapatnya bahwa yang benar adalah apa yang dikatakannya. Perdebatan mulut itu sampai dunia kiamat tak akan pernah berakhir, perlu dewan pakar yang memutuskan kebenarannya. Akhirnya keduanya sepakat mencari jalan keluar dengan menemui para sesepuh. Sebelum berangkat mereka memutuskan bahwa siapa kalah harus dibunuh.
Pertaruhan hidup atau mati yang mereka sepakati, menunjukan sikap mamut menteng atau gagah perkasa, konsekwen, berani tanggung resiko atas segala perbuatan atau keputusan yang telah mereka yakini benar. Mereka tak kenal lempar batu sembunyi tangan, yang artinya berani berbuat atau berjanji, namun tidak berani bertanggung jawab. Merekapun tak kenal istilah cuci tangan yang artinya demi keselamatan dirinya sendiri, lalu menghindar dari masalah yang sedang dihadapi. Keluguan mereka menunjukan ketulusan dan kemurnian hati mereka.

Orang Utan dan Burung Katuging berjalan menuju ke rumah sesepuh hutan. Kebetulan pada saat itu seekor anjinglah yang sedang menjabat sebagai sesepuh para binatang di hutan. Kepada anjing belang yang matanya agak kemerah-merahan mereka menjelaskan maksud kedatangan mereka. Setelah semua keterangan diberikan, anjing memahami duduk perkaranya. Ia lalu mengundang para sesepuh binatang lainnya untuk turut serta mengadili perkara “ kilat – kulat “.
Setelah para sesepuh berkumpul pada sebuah lapangan, maka sidang dimulai. Duduk perkara dijelaskan langsung oleh yang bersengketa, dalam hal ini Burung Katuging dan Orang Utan. Setelah para sesepuh memahami duduk perkara, Orang Utan dan Burung Katuging diminta meninggalkan tempat karena para sesepuh akan berunding. Dipesankan pula kepada Burung Katuging dan Orang Utan agar pergi tidak terlalu jauh karena setelah keputusan diperoleh, keduanya segera akan dipanggil kembali untuk menghadap. Setelah Burung Katuging dan Orang Utan meninggalkan tempat, mulailah para sesepuh berunding.

Semua sepakat bahwa yang benar adalah apa yang dikatakan Orang Utan. Kilat adalah benda di langit yang sewaktu-waktu bisa bercahaya, sedangkan kulat adalah cendawan. Sesepuh macan dahan 3yang biasanya selalu berbeda pendapat dalam pengadilan, kali ini dengan suaranya yang sedikit parau karena telah dimakan usia, dengan tegas menyetujui bahwa Orang Utan yang benar. Namun entah siapa yang mengawali, pikiran jahat muncul di hati para sesepuh. Anehnya tanpa menerima uang sorok atau uang sogokan, semua menyetujui keputusan yang diputar balikkan. Alasannya sangat tidak masuk akal, yaitu apabila Burung Katuging kalah, dagingnya tidak enak dimakan, tetapi kalau Orang Utan yang kalah, selesai persidangan mereka bisa berpesta pora menikmati daging Orang Utan. Daging Orang Utan terkenal kelezatannya.

Sangat disesalkan, para sesepuh yang seharusnya menjadi panutan justru berbuat cela. Kebenaran telah dikalahkan oleh keserakahan, terbukti Orang Utan yang seharusnya memenangkan perkara justru dipersalahkan demi kesenangan sesaat, hanya demi pesta pora menikmati daging Orang Utan. Setelah sepakat merubah hasil putusan awal yang mengandung kebenaran lalu, Orang Utan dan Burung Katuging dipanggil kembali untuk menghadap di persidangan.

Anjing yang berperan sebagai hakim ketua mengumumkan keputusan pengadilan. Orang Utan dinyatakan kalah. Apa yang telah ia ucapkan ngawur belaka. Begitu putusan sidang diumumkan Burung Katuging dipersilahkan segera meninggalkan sidang dan Orang Utan menerima hukuman mati. Keduanya dengan mamut menteng atau gagah perkasa menerima keputusan pengadilan tanpa menyadari bahwa ketidak beresan telah terjadi dipersidangan. Setelah Burung Katuging meninggalkan sidang, Orang Utan dengan gagah perkasa menyerahkan diri untuk dibunuh bahkan sebagai upah munduk dalam pengadilan, 4dengan ihklas ia menyerahkan dirinya untuk disantap beramai-ramai oleh para hakim yang ia segani.

Sebagai ketua sidang, anjing berhak membunuh Orang Utan. Ketika Orang Utan dibunuh, ia tidak meronta hanya sejenak teringat akan anak dan isterinya yang membuatnya terharu bahkan meneteskan air mata. Hanya dengan sekali terkam, anjing dengan mudahnya membunuh Orang Utan. Kemudian daging Orang Utan dibagikan kepada para hakim yang terlibat dalam memutuskan perkara. Kepala Orang Utan diserahkan kepada anjing karena memang anjinglah yang berhak mengingat ia adalah pemimpin sidang. Kemudian semua pulang kerumah masing-masing dengan ceria sambil membawa daging Orang Utan untuk disantap di rumah masing-masing bersama keluarga.
Sesampai di rumah, anjing memanggil isterinya dan meminta agar merebus dan memasak kepala Orang Utan yang dibawanya. Tanpa bertanya, isteri anjing langsung merebus kepala Orang Utan dalam seruas bambu di dapur. Ketika mendidih terdengar suara : “ Ije sala imbujur, ije bujur inyala “, yang artinya “ Yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan “. Suara itu terdengar berulang-ulang diantara suara air mendidih. Suara rintihan yang berulang-ulang itu membuat isteri anjing merinding ketakutan lalu bergegas memanggil suaminya. Ketika anjing yang adalah pimpinan sidang disiang hari tadi datang ke dapur, suara itu terdengar semakin keras, bukan lagi suara rintihan namun menjerit sekeras mungkin. Anjing tersentak, ia tahu apa arti semua ini. Dengan konsekwen dan gagah perkasa didekatinya ruas bambu yang masih terpanggang di atas api tempat merebus kepala Orang Utan. Pelan-pelan diintipnya isi ruas bambu, pada saat yang sama kepala Orang Utan yang mendidih dalam ruas bambu pecah dan otaknya berhamburan tepat mengenai mata anjing. Anjing meronta kesakitan dan berguling-guling dilantai.

Dalam kesakitannya ia menyadari bahwa apa yang ia alami saat itu merupakan hukuman baginya karena ia telah berlaku tidak adil. Sejak saat itu, anjing menjadi buta hingga akhir hayatnya.

Catatan kaki

1 Disebut burung katuging karena bila mengeluarkan suara berbunyi katuging . . katuging
2 Kambang kapuk bahan pembuat kasur alat tidur manusia agar manusia dapat tidur lelap karena empuk dan nyaman.
3 Jenis binatang buas
4 Upah duduk dalam perkara artinya hak yang diperoleh setelah perkara diputuskan

Sumber data : Dongeng anak suku Dayak Kalimantan Tengah.
• Dikisahkan kembali oleh Nila Riwut.
• Pernah di muat di Kalteng Pos.

Minggu, 17 Mei 2009

DARA RUAI BORNEO Part 3

Seorang penjaga itu kemudian duduk bersila dan diikuti oleh yang lain. Lalu penjaga itu berbicara pada Dara Ruai agar besok pagi-pagi sekali Dara Ruai pergi meninggalkan desa untuk mencari penjaganya. Dara ruai bingung tapi terasa damai karena sekarang ia tidak sendiri tapi ia bisa melihat penjaganya itu meskipun orang biasa ridak bisa melihatnya.

Hujan turun semalaman, paginya burung tiung berkicau dan daun-daun bersemi, Dara ruai turun dari tangga rumahnya. Dengan sebuah bungkusan pakaian akhirnya Dara Ruai pergi, ia akan berkelana menuju selatan. Belum beberapa langkah ia berjalan ia kembali menoleh kebelakang, pilu hatinya meninggalkan rumah itu tapi bagaimanapun ia harus pergi ini semua untuk diriku, sukuku dan tanah kelahiranku katanya dalam hati.

Selama dalam perjalanan ia tidak merasa takut karena ia tahu kalu disampingnya ada yang menjaganya. Saat ia sedang bingung kemana ia akan pergi tiba-tiba sekelebat benda hitam datang dari arah depan ia berjalan. Dengan tanpa ampun benda itu mencoba menghantamnya. Belum sempat menghantamnya tiba-tiba datang sekilas cahaya putih menghandam benda hitam itu dan terdengar suara dentum dua benda beradu yang memekakkan telinga. Dara ruai selamat dari bahaya. Belum sempat ia tersadar dengan apa yang dilihatnya sekelebat bayangan putih dari jauh berjalan menujuh arahnya. Tampak seorang laki-laki dengan tubuh penuh tato bermotif dayak. Tato yang memenuhi tubuh laki-laki tersebut bagikan seorang pria memakai batik berukir motif dayak. Setelah lakilaki itu dekat dara ruai barulah dara ruai iangat siapa lakilaki tersebut yang bukan lain adalah ayahnya yang selama ini telah tiada. Belum lama laki-laki itu berdiri kemudian laki-laki itu jatuh tersungkur dan secara gaib hilang.

Dara ruai menagis melihat kepergian ayahnya yang ternyata selama ini adalah pelindungnya yang keenam yang harus ia cari. Kini ia tinggal punya satu harapan lagi untuk mendapatkan penjaganya yang ketujuh. Maka iapun melanjutkan perjalannya menuju sebuah desa yang tidak jauh dari tempat kejadian itu. Sesampai didesa itu ia binggung kemana ia akan tidur malam ini karena ia tidak punya sanak saudara ditempai tersebut dan ia putuskan unhtuk tidur dibalai desa. Dibalai desa itulah ia semalaman tidur dan selama ia tidur kelima penjaganya terus menjaganya.

Embun turun lebat, alam jadi terasa dingin dan membuat Dara ruai terbangun dari tidurnya. Dengan rasa malas yang amat sangat akhirnya ia harus melanjutkan perjalanannya. Dalam perjalanan yang melelahkan itu membuatnya lapar dan haus. Setelah setengah hari berjalan akhirnya ia melewati sebuah sungai. Ditepi sungai ia berdiri dan berniat mencuci muka dan akan beristirahat sejenak. Belum sempat ia mencuci muka seekor ular menghampirinya dan menyerangnya. Dara ruai terkejut dan mengambil sebatang ranting kayu dan memukul ular tersebut sampai mati. Darah ular yang keluar dari tubuh ular tersebut akhirnya mengalir keair. Setelah masuk air secara ajaib mebhentuk ular ular yang baru dan semakin banyak Dara ruai membunuh ular tersebut semakin banyak pula ular-ular itru terbentuk.

Dara ruai tidak bisa berbuat banyak lagi. Selagi ia sedang membunuhi ular kecil tersebut sekelebat bayangan putih terbang diatas air dan menaburkan serbuk putih ketengah-tengah ular terbentuk, ajaibnya semua ular-ular itu menjadi terbakar dan musnah. Disaat ular-ular itu terbakar sesosok bayangan hitan menghantam sibayangan putih hingga terlempar ketepi sungan di tempat dara ruai sedang berdiri. Bayangan hitam masuk dalam air dan kemudian tiba-tiba muncul seekor ular besar dari sungai dan langsung melancarkan serangan pada bayangan purtih. Tanpa kesiapan bayangan putih terkena sabetan ekor ular. Kemudian dengan serangan yang sangat cepat ular besar ,menelan bayangan putih. Lalu urar besar masuk kedalam air meminum air sungai hingga sungai itu menjadi kering. Dalam kebingungannya dararuai tidak bisa berbuat apa-apa setelah apa yang dilihatnya.

Setelah beberapa waktu akhirnya ular itu memuntahkan air yang sudah diminumnya dan keluarlah sesosok bayangan putih yang sudah tidak bernyawa lagi. Saat itulah Dararuai merasakan perjalananya sudah tidak mungkin dilanjutkan lagi karena penjaganya yang ke tujuh juga sudah tiada dan kelima penjaganya pun akan mati semua. Kembali dara ruai teringat akan pesan nenek kalau ia tidak bisa mendapatkan ketujuh penjaganya makia pada saat umurnya 25 tahun ia akan mati dan untuk selamanya tanah kalimantan tidak akan pernah lepas dari peperangan antar suku. Dara ruai hanya bisa menangis akan semua peristiwa dalam hidupnya. Namun ia tidak pernah menyalahkan Duata’k yang menggariskan hidupnya.

Kini bayangan putih sudah tidak bernyawa lagi keduanya tidak bisa menjaganya dan kekuatan jahat akan berjaya dan ramalan akan terjadi. Dara ruai akhinya pulang kerumahnya, rumah nenek, tempat ibunya dilahirkan dan ia akan menjalani hidupnya sampai suatu ramalan itu terjadi. Tiga hari tga malam perjalan pulang dara ruai kerumahnya diiringi hujan lebat, suara gelegar petir yang membisikan kata-kata kekecewaan akan hari masa mendatang. Angin yang kencang membawa rintik hujan terbang dengan kencang dan bagaikan sejuta panah terus menghantam tubuh dara ruai. Alam menjadi tak bersahabat dan memalingkan wajahnya pada dara ruai yang menjadi harapan kalimantan untuk menghentikan peperangan antar suku.

Sambil berbaring ditempat tidur dara ruai menangisi orang-orang yang selamaini mewngasihinya berjuang untuknya, tapi kini ia tetap sendiri dan pada masanya ia pun akan diakhiri petuangannya dia lam fana ini. Kemudian ia mengambil kotak pemberian nenek dan didalamnya ia tidak mendapati apa-apa lagi semuanya sudah hilang itu tandanya penjaganyapun sudah tidak ada lagi. Dara ruai tahu akan apa yang terjadi nanti dan dengan tersenyum ia berkata duata’k aku siap dan pertemukan aku kembali pada keluargaku, aku berjanji akan menjalani sisa hidup seberguna mungkin bagi orang-orangku suku dayak.

Bulan baru saja akan tenggelam, saat itu umur dararuai genap 25 tahun dan ia sudah menanti akan ramalan hidupnya. Bulan baru separuh tenggelan dan saat itulah bayangan hitam datang dengan hawa yang dingin seisi reiumah dipenuhi warna hitam dan akhirnya rumah nenek tidak terlihat, kini hanya seonggok batu besar meninggalkan cerita. Perjalanan dararuai sudah sampai ia akan kembali pada pangkuan Duata’k dan kekuatan jahat tidak akan penah hilang dalam bumi kalimantan perang antar suku juga akan terjadi dalam waktu yang tidak pernah kita ketahu kapan terjadi.

Kamis, 14 Mei 2009

DARA RUAI BORNEO Part 2

Kelahiran Dara Ruai

Sebelum nenek meninggal nenek bercerita kalau ibunya meninggal saat melahirkan Dara Ruai. Saat melahirkan, semua hewan di hutan berbunyi, angin betiup kencang, dahan-dahan pohon bergesekan, kera-kera di hutan bergelantungan tampak resah, sungai-sungai beriak. Semua terasa dingin nan mencekam menyambut sang bayi. Nenek tahu keanehan penyambutan alam itu maka sang nenek membawa Dara Ruai yang mungil pergi ke kuburan ibundanya. Hujan turun selama tujuh hari tujuh malam, selama itu pula nenek dan Dara Ruai mungil tidur di kuburan dimana ibundanya dan kakeknya dikuburkan.

Setelah hari ketujuh hujan berhenti, kemudian nenek mencari bunga kembang setaman untuk memandikan Dara mungil. Nenek memasukan bunga kembang setaman ke dalam guci yang terisi air hujan. Guci bagi orang Kalimantan dibekalkan pada sang pemilik yang meninggal. Setelah bunga kembang setaman dimasukan lalu Dara Ruai mungil dimandikan disana diatas kuburan kakeknya. Setelah itu barulah Dara Ruai dibawa pulang kerumah.

Sang Penjaga Dara

Sewaktu Dara Ruai sudah bisa berjalan nenek sering melihat ada tujuh orang berkeliling menjaga cucunya. Nenek sadar kalau cucunya bukanlah anak sembarangan maka nenek merawat cucunya dengan baik hingga Dara menjadi seorang gadis remaja. Setela Dara berumur 20 tahun nenek bercerita kalau selama ini ada tujuh orang penjaga yang melindunginya, tapi sayang dua dari penjaga itu pergi meninggalkan Dara Ruai saat ia sudah beranjak jadi remaja, hingga kini tinggal lima yang masih setia.

Sebenarnya nenek tidak sanggup untuk menceritakan siapa keluarga mereka ini dan dari mana asal keturunan nenek, tapi nenek harus menceritakan hal itu sebelum nenek kembali pada pangkuan Duata’k sang Duata.

Lalu mulailah nenek bercerita kalau nenek berasal dari keturunan kerajaan Majapahit yang lari ke Kalimantan setelah peperangan raja-raja di Jawa untuk berebut kekuasaan. Sesampai di Kalimantan keluarga nenek akhinya menetap di sebuah hutan dan tinggal di sana sampai lahirlah ibu Dara Ruai, hingga ibunya menikah dengan orang asli suku Dayak dan lahirlah Dara Ruai.

Hingga Dara beranjak dewasa nenek melihat pertengkaran hebat diantara ketujuh penjaga cucunya itu. Dan akhirnya dua dari ketujuh penjaga itu pergi meninggalkan nenek dan Dara. Suatu malam kelima penjaga yang masih setia itu menemui nenek dalam mimpi dan kelima penjaga itu bercerita pada nenek kalau keadaan kini menjadi berubah, Dara Ruai akan menjadi perebutan antar kekuatan jahat dan kekuatan baik. Lalu penjaga itu berpesan kalau nenek harus mencari dua penjaga baru untuk menyelamatkan Dara dalam kehidupannya di dunia ini. Dua orang itu harus berasal dari manusia biasa yang memiliki kekuatan supranatural dan bisa membantu mereka menjaga Dara Ruai, jika tidak didapatkan penjaga itu maka saat Dara berumur 25 tahun maka Dara akan diambil oleh kekuatan jahat sebagai budak kejahatan di alam Kalimantan hingga Kalimantan tidak pernah lepas dari peperangan antar suku.

Suara guntur dilangit membangunkan lamunan Dara Ruai dan ia sadar kalau hari mulai petang itu berarti ia harus sampai dirumah sebelum malam, maka dengan tubuhnya yang lunglai ia mulai melangkahkan kakinya melanjutkan pulang kerumah. Sesampai dirumah keadaan sudah sepi orang orang sudah pulang kerumah masing-masing kini ia kembali sendiri. Dara Ruai kemudian masuk kekamar lalu ia mengambil sebuah kotak pemberian nenek dan membuka kotak itu. Didalam kotak ia menemukan dua buah gelang, satu kalung, selembar sabuk dan sebilah keris yang merupakan tanda kalau mereka berasal dari kerajaan Majapahit. Barang-banrang itu memiliki arti dan merupakan suatu tanda yang menjaganya.

Hujan kembali turun, ditempat tidur Dara Ruai teringat akan neneknya. Nenek berpesan agar Dara Ruai harus menemukan dua penjaganya didunia ini sebagai pelengkap dari lima penjaganya sekarang. Belum sempat ia berpikir jauh kemana ia akan mencari penjaga itu maka tiba-tiba ruangan tempat ia berada menjadi terang dan disekelilingnya berdiri lima orang yang selam ini ia ketahui dari cerita neneknya. Dara Ruai tidak takut sebab ia tahu merekalah penjaga yang diceritakan nenek.

Bersambung………………………

Sebuah Puisi untuk Tanah Borneo

Sungai limbah,Hutan arang (curahan hati sang Enggang renta;Borneo)

kenaifan sekali lagi menggerogoti sebuah bangsa,

kearifan tak dianggap lagi sebuah warisan budaya,

kemunafikan tersirat di setiap tegukan segelas Tuak,

keyakinan tertumbalkan dengan murahnya

sungai limbah,hutan arang..itu lah tampak Ku sekarang

ketika bangsa yang ribuan tahun sudah kutemani,

terseok-seok menahan dera Modernisasi,

berkoar-koar meneriakkan keadilan demi berlembar-lembar rupiah

tidak ada sedikitpun,kepada-Ku,keadilan itu ditujukan,

seakan Aku lah miang,sebab keterpurukan mereka,

Aku lah sang Ibu yang membesarkan mereka,

yang dahulu dipuja dan pelihara nenek moyang mereka

untuk mereka,dalam nama Tuhan,Kuciptakan rumah bagi mereka,

sebuah tanah yang membudayakan mereka,

Aku lah kekaisaran bagi mereka..rumah bagi keturunan-keturunan mereka,

tapi lihat?keturunan mereka mencampakkan Aku layaknya Aku adalah bakteri penyakit,

mereka sebut kini,diri mereka beradab,

mereka sebut kini,diri mereka para manusia modern,

alih-alih sebuah kearifan yang kudapat dari sang bangsa beradab,

malah sungai limbah,hutan arang yang mereka suntikkan ke pembuluh darah-Ku.


by:

FromJungleWithOpe's boy

Senin, 11 Mei 2009

NAMA DAYAK DI MALAYSIA MAU DI HAPUS













Di Malaysia nama Dayak mau di hapus karena konotasi negatif...pada hari senin, 11/05/2009 saya chat dengan teman saya di sarawak katanya (tulisan asli saya copy dari chat)

"dalam perlembagaan persekutuan, nama Dayak masih digunapakai. tetapi dalam perlembagaan negeri, nama dayak sudah lama "dihapuskan"

selengkapnya baca di web ini http://raptorology.blogspot.com/ atau http://mstar.com.my/berita cerita.asp?file=%2F2009%2F5%2F10%2Fmstar_berita%2F20090510124244&sec=mstar_berita

"DAYAK MERUPAKAN NAMA PEMERSATU BAGI SUB SUKU PENGHUNI SEJATI BORNEO.., PENGHAPUSAN NAMA DAYAK MERUPAKAN STRATEGI MEMECAH BELAH PERSATUAN ITU, YANG AKAN MENGAKIBATKAN SUB SUKU LEBIH FANATIK ATAS SUB SUKUNYA SENDIRI DARI PADA INDUK SUKUNYA YANG TELAH DINAMAKAN DAYAK, KE FANATIKAN ATAS SUB SUKU DAPAT MENGAKIBATKAN PERTIKAIAN ANTAR KAMPUNG ATAU ANTAR SUB SUKU HAL INI SANGAT BERBAHAYA KARENA ORANG DAYAK AKAN MUDAH DI ADU DOMBA"

Yang memberi konotasi negatif bukan karena nama Dayak
Tetapi pandangan orang non Dayak terhadap manusia Dayak
pandangan mereka/non Dayak terhadap manusia Dayak yang tidak up to date membuat mereka beranggapan Dayak masih seperti dulu.
Waktu terus berjalan semua peradaban akan berubah....yang salah bukan nama DAYAK tetapi tujuan dari orang(?) yang mengangkat nama DAYAK itu sebagai masalah, itu sebenarnya yang jadi masalah, yaitu penuh muatan politik dan unsur pemecah belahan suatu SUKU BANGSA DAYAK yang telah berhasil untuk bersatu...

perumpamaan

Tuak merupakan minuman khas manusia Dayak, tetapi haram bagi kaum muslim/islam karena beralkohol
nama Tuak merupakan nama minuman yang haram bagi kaum muslim/islam
apakah dengan di gantinya nama Tuak menjadi Sirup akan membuat Tuak itu menjadi Hallal???
begitu juga dengan nama Dayak...yang perlu di ubah bukan lah nama Dayak tetapi pandangan orang tehadap Dayak...


By Olen

Minggu, 10 Mei 2009

DARA RUAI BORNEO Part 1

Oleh: Heronimus Ato Bedayong

Pagi belum beranjak siang ketika dari balik sebuah hutan kecil itu tiba-tiba terdengar tangis seorang gadis yang memilukan. Suara isak tangis dan air mata menderu jadi satu menyayat hati, menyudahi sebuah petualangan di Jagad raya. Tak lama berselang, orang-orang berdatangan menyambut duka sebuah keluarga. Ah…. Duata’k aku pulang deru angin berbisik mewakili jasad nenek yang berbaring tenang disamping cucunya.

Tak ada lagi belaian mesra, tak ada lagi nyanyian, tak ada lagi tawa, tak ada lagi, takkan ada lagi ucap Dara Ruai pilu duduk disamping nenek yang terbujur kaku. Padahal hari masih pagi, sinar matahari bahkan belum tampak, masih tertutup kerimbunan dedaunan pohon besar hutan Kalimantan, mengapa nenek belum sempat lihat matahari untuk yang terakhir kali ucapnya dalam tangis.
Embun yang menggumpal membentuk butiran-butiran air masih terlihat menggelayut diujung dedaunan pohon seolah-olah menangisi kepergian nenek yang arif dan adil di Bumi ini. Siang makin meninggi persiapan pemakaman sudah selesai hingga pemberangkatan jenasah. Tiba di pemakaman nenek dikubur disamping sebuah kubur seorang laki-laki yang bukan lain adalah suami dari nenek itu.
Dara Ruai makin sedih dan lunglai saat peti mulai dimasukan hingga upacara pemakaman selesai. Ia seakan-akan tak percaya apa yang telah terjadi pada dirinya, kini ia tinggal sebatang kara, ayahnya meninggal sembilan tahun lalu dalam sebuah perang antar suku, ibunya meninggal saat melahirkannya, hingga akhirnya nenek yang merawat dan membesarkannya, tapi kini nenek sudah tiada maka aku sebatang kara ucapnya dalam hati.
Sore hampir tiba Dara Ruai pulang ke rumah. Diperjalanan ia terkenang masa-masa bersama nenek dan ia ingat akan pesan nenek semasa hidupnya. Di depan ia berjalan ada sebatang pohon yang teduh ia berhenti dan duduk di bawah pohon tersebut sambil mengingat pesan nenek.


Bersambung………